 |
| Eko Mulyadi, S.IP., M.Pd., Kepala Desa Karangpatihan, usai di Wisuda |
Ponorogo, Surabaya (JI) – Kepala Desa Karangpatihan, Kecamatan Balong, Kabupaten Ponorogo, Eko Mulyadi, S.IP., M.Pd., sosok yang dikenal karena kiprahnya dalam mengubah wajah desa yang dulu identik dengan kemiskinan menjadi desa pemberdayaan resmi meraih gelar Magister Pendidikan dari Universitas Negeri Surabaya (UNESA). Dalam wisuda yang digelar di Graha UNESA, Surabaya.
Eko Mulyadi menyampaikan pesan inspiratif bahwa “Ilmu politik membaca peradaban, dan ilmu pendidikan membangun peradaban. "Dari ruang kelas, lapangan pengabdian, hingga ruang ujian kehidupan - semua mengajarkan bahwa belajar tidak mengenal batas. “Ilmu bukan sekadar memahami, tetapi juga tentang menjadi. "Menjadi lebih sabar, lebih rendah hati, lebih kuat, dan lebih berguna,"tuturnya.
Langkah Eko Mulyadi, Kepala Desa Karangpatihan, layak menjadi inspirasi bagi banyak orang. Setelah menuntaskan pendidikan sarjana di bidang Ilmu Sosial dan Politik, Eko tidak berhenti belajar. Ia justru melangkah lebih jauh dengan mengambil program magister di bidang pendidikan di Universitas Negeri Surabaya (UNESA).
Perjalanan akademiknya mencerminkan pandangan hidup yang dalam: bahwa politik dan pendidikan adalah dua sisi yang tak terpisahkan dalam membangun peradaban. “Ilmu politik mengajarkan bagaimana membaca peradaban, sedangkan ilmu pendidikan mengajarkan bagaimana membangunnya,” tutur Eko dengan penuh makna.
Sebagai kepala desa yang dikenal inovatif, Eko melihat bahwa keberhasilan pembangunan tidak cukup hanya dengan kebijakan yang cerdas, tetapi juga dengan peningkatan kualitas manusia. Dari situlah ia berkeyakinan, ilmu pendidikan akan menjadi fondasi penting dalam memajukan Karangpatihan desa yang selama ini dikenal karena program pemberdayaan disabilitas dan ekonomi kreatifnya.
Dengan gelar magister yang baru disandangnya, Eko Mulyadi bukan hanya menambah deretan prestasi pribadi, tetapi juga menegaskan bahwa seorang pemimpin desa sejati adalah mereka yang terus belajar demi kemajuan warganya.
“Ilmu politik membimbingku membaca peradaban, sementara ilmu pendidikan membimbingku membangun peradaban. "Kalimat itu bukan sekadar refleksi akademik, melainkan cerminan dari perjalanan panjang seorang kepala desa yang tak berhenti belajar,"ujarnya.
Lebih lanjut Eko Mulyadi menambahkan bahwa pendidikan tinggi bukan hanya untuk gelar, tetapi untuk memperdalam pemahaman dan memperkuat praktik kepemimpinan berbasis ilmu dan nilai kemanusiaan.
“Bagi saya, ilmu politik bukan sekadar memahami kekuasaan, tetapi membaca arah peradaban. Sementara ilmu pendidikan adalah jalan membangun peradaban itu sendiri,” ujar Eko usai wisuda.
Menurutnya, pendidikan yang tinggi harus bermuara pada pengabdian kepada masyarakat. “Saya belajar agar bisa lebih memahami dinamika sosial dan politik di akar rumput. Semua kembali ke tujuan utama: bagaimana ilmu yang saya peroleh bisa bermanfaat bagi warga Karangpatihan dan Ponorogo,” tambahnya.
Rektor UNESA dalam sambutannya juga memberikan apresiasi kepada para wisudawan dari berbagai kalangan, termasuk tokoh-tokoh desa yang menjadi teladan semangat belajar sepanjang hayat. “Kami bangga karena dunia akademik dan dunia nyata kepemimpinan lokal bisa bertemu di sini. Sosok seperti Pak Eko menjadi bukti bahwa pemimpin desa juga bisa menjadi intelektual yang reflektif,” ujarnya.
Dengan gelar Magister Pendidikan yang baru disandangnya, Eko Mulyadi berharap dapat terus berinovasi dalam tata kelola pemerintahan desa, pemberdayaan masyarakat, serta peningkatan kualitas pendidikan warga desa.
Wisuda ini bukan akhir, melainkan pintu menuju tanggung jawab yang lebih luas, untuk menerapkan ilmu, menebar manfaat, dan terus belajar tanpa batas. "Hal ini menjadi inspirasi bagi banyak kepala desa di Indonesia. Bahwa pendidikan bukan milik mereka yang muda saja, melainkan juga mereka yang berani terus bertumbuh di tengah tanggung jawab besar.
“Desa adalah laboratorium peradaban. Dan tugas kita adalah memastikan ilmu yang kita miliki menumbuhkan nilai, karakter, dan kemandirian,”ungkapnya.
Dengan dua disiplin ilmu sosial politik dan pendidikan, Eko, menapaki jalan pengabdian yang tak mudah, tapi penuh makna. Ia menjembatani teori dan realitas, kata dan kerja, kampus dan desa. Karangpatihan, desa kecil di Ponorogo, kini tak hanya dikenal karena program sosialnya, tapi juga karena pemimpinnya yang menjadi simbol “belajar tanpa henti, mengabdi tanpa batas.” pungkasnya. (Ari FS)
COMMENTS